Kasus korupsi tengah menjadi
perbincangan hangat dan menjadi trend berita di masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional yang terus memberitakannya.
Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi
budaya. Banyak kalangan baik politisi maupun pejabat lainnya yang terjerat kasus
korupsi sehingga harus masuk kedalam bui. Untuk itu, korupsi adalah suatu
pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan yang harus dituntaskan bagi pelaku koruptor.
Di era demokrasi khususnya di
Indonesia, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan
ekonomi. Dengan demikian menjadi “PR” KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi
di Indonesia dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi.
Nah! Daripada pusing mikirin
kasus korupsi yang lagi trend yang ditangani KPK saat ini, tidak ada salahnya, kita
perlu tahu tentang ilmu pengetahuan tentang korupsi untuk menjadi pemahaman wawasan
bersama arti makna korupsi. Simak ya !
Korupsi atau rasuah (bahasa latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum,
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi,
dan
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di
antaranya, namun bukan semuanya, adalah
- memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
- penggelapan dalam jabatan,
- pemerasan dalam jabatan,
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara), dan
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri /penyelenggara
negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau
korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang
politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau
tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau
wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga
yang tidak legal di tempat lain.
Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi
· Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak
bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
· Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
· Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran
lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
· Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
· Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan
"teman lama".
· Lemahnya ketertiban hukum.
· Lemahnya profesi hukum.
· Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
· Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Dampak Negatif Terhadap Korupsi
·
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan
serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit
demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan
publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
·
Ekonomi
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi
dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan
yang tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat
untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran pemerintah.
·
Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak
negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis
berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya
rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
Adapun Bentuk-bentuk Penyalahgunaan
Korupsi
mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan
pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan dan penipuan.
·
Penyogokan:
penyogok dan penerima sogokan
Korupsi
memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup
sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. Negara-negara
yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan
negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
·
Sumbangan
kampanye dan "uang haram"
Di arena
politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi
untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip
menyangkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka
untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat
untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang,
yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://kamus-sunda.com/res-69497-artikel-tentang-korupsi-di-indonesia.htm
http://cicakbekasi.wordpress.com/kpk/fungsi-tugas-kpk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar