Jumat, 06 Maret 2015

Perhatian Jokowi-JK terhadap Akselerasi Pembangunan Infrastruktur



Oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Pemerintahan Jokowi-JK sangat concern terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun meminta, agar para menterinya segera membuat kajian terhadap pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, dan kereta api.  Dengan concern pembangunan infrastruktur tersebut, Jokowi memerintahkan secepatnya untuk membuat studi kelayakan, atau feasibility study untuk jalan tol sama kereta api untuk Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.

Pembangunan Infrastruktur memegang peran penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi untuk mempercepat pembangunan nasional. Kunci sukses pembangunan infrastruktur terletak pada kesiapan perencanaan pembangunan yang matang, pembiayaan proyek yang efisien, dan pola kelembagaan dan kerja sama yang efektif. Untuk mencapai manfaat yang optimal maka diperlukan inovasi dan terobosan baru bagi pembangunan infrastruktur yang bernilai tambah (value for money). Perencanaan berbasis nilai tambah ini yang secara langsung akan memengaruhi skema pembiayaan dan kerja sama pembangunan proyek infrastruktur.

Perencanaan proyek merupakan salah satu peran sentral dalam kesuksesan pembangunan infrastruktur untuk dapat menghasilkan manfaat yang optimal bagi yang terlibat. Manfaat optimal diperoleh dalam bentuk keberhasilan pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam menyediakan infrastruktur publik, tidak terbebaninya masyarakat dalam mengakses infrastruktur, dan memberikan keuntungan bagi pihak swasta yang terlibat.

Penerapan rekayasa nilai pada perencanaan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang ditawarkan pemerintah sebesar Rp 250 triliun dapat dioptimalkan manfaatnya melalui penambahan fungsi proyek berupa pengembangan tidal energy di bawah laut; pemasangan pipa distribusi minyak, gas dan utilitas; pengembangan akses jalan jembatan menuju Pulau Sangiang yang dialihkan peruntukannya menjadi kawasan pariwisata; beserta pengembangan kawasan industri pembangkit energi, material, dan industri berat lainnya di Provinsi Banten dan Lampung yang akan melengkapi fungsi dasar pembangunan JSS sebagai infrastruktur konektivitas atau transportasi.

Estimasi total biaya untuk pengembangan keseluruhan fungsi dalam perencanaan ini diestimasi Rp 188 triliun dengan penambahan manfaat dan pendapatan tujuh kali lipat dari total pendapatan jika hanya bergantung pada pendapatan fungsi dasar saja, yakni tiket tol mobil dan kereta api. Dengan adanya tambahan pendapatan dari inovasi fungsi JSS maka biaya akses pengguna dapat diestimasi tanpa membebani masyarakat dan secara bersamaan dapat meningkatkan kelayakan investasi JSS.

Rencana pembangunan tiga proyek infrastruktur di Jakarta yang terdiri dari pembangunan MRT, KA bandara, dan terowongan MPDT dengan total estimasi biaya lebih dari Rp 50 triliun dapat dilakukan dengan terobosan perencanaan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dengan menggabungkan fungsi sistem pengendali banjir dan transportasi publik berbasis rel untuk mengurai kemacetan dalam satu terowongan. Public Railways and Stormwater Infrastructure (Prasti) Tunnel yang diestimasi berdiameter 19 meter ini akan membentang sekitar sembilan kilometer dari stasiun terintegrasi Dukuh Atas menuju Pluit dan terdiri dari tiga level. Level pertama untuk MRT dan level kedua untuk KA bandara serta level terbawah terowongan digunakan sebagai saluran pengendali banjir di Jakarta.

Selain itu, pengembangan jaringan utilitas maupun kawasan bisnis bawah tanah dilakukan terkait peningkatan kelayakan proyek. Perencanaan pembangunan Prasti Tunnel ini diestimasi Rp 22 triliun yang kemudian dihubungkan dengan pembiayaan masing-masing jaringan kereta dapat menunjukkan efisiensi pembiayaan dan efektivitas pembangunan infrastruktur publik yang terintegrasi. Dengan subsidi silang pendapatan transportasi dan pengembangan kawasan bisnis maka pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur yang mempunyai kelayakan rendah seperti infrastruktur pengendali banjir dapat dibangun.

Pembiayaan infrastruktur
Pembiayaan proyek infrastruktur merupakan hasil dari perencanaan pembangunan. Perhitungan pembiayaan proyek dilakukan dalam konteks estimasi umur hidup infrastruktur (life cycle cost) yang meliputi biaya pengeluaran berupa inisial biaya pembangunan, operasi, dan pemeliharaan infrastruktur beserta biaya pendapatan yang dihasilkan. Hal ini akan menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan teknologi dan kualitas infrastruktur. Upaya efektivitas pembiayaan dan penciptaan nilai tambah proyek menjadi landasan berfikir dalam mengoptimalkan ketersediaan pendanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Alokasi dana pembiayaan infrastruktur dapat ditunjang dengan memanfaatkan potensi keuangan domestik di Indonesia yang diestimasi lebih dari Rp 3.000 triliun, baik berupa pasar modal, obligasi, sukuk, reksa dana, dana pensiun, dan asuransi. Potensi pembiayaan ini dapat dimaksimalkan dengan memberlakukan peraturan dan kebijakan yang kondusif bagi masuknya investasi infrastruktur dan adanya insentif pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur. Berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Cina, dan India telah dapat mengoptimalkan penggunaan pembiayaan dari potensi pasarnya untuk pembangunan infrastruktur publik dengan mempertimbangkan adanya jaminan pengembalian investasi pada skema kerja sama pemerintah dan swasta yang dilakukan.

Pola kerja sama dan kelembagaan
Perencanaan berbasis nilai tambah dan efektivitas pola pembiayaan infrastruktur telah mampu meningkatkan kelayakan ekonomi pembangunan proyek dan untuk dapat meningkatkan kelayakan finansial proyek maka diperlukan skema kerja sama aliansi strategis antara pemerintah dan swasta (dalam hal ini multiindustri). Dari kedua contoh kasus pembangunan infrastruktur di atas maka pola kerja sama aliansi strategis yang dibentuk tidak hanya menempatkan pemerintah sebagai penanam modal (sunk cost), tetapi juga dapat mengikutsertakan BUMN/BUMD, di dalam satu kelembagaan join venture dengan pihak swasta untuk berbagi tanggung jawab atas pembangunan, operasi, dan pemeliharaan infrastruktur beserta pembagian pendapatan yang dihasilkan. Meskipun tidak mendapatkan keuntungan sebesar pihak swasta, dana bagi hasil yang didapatkan dengan pola kerja sama dan kelembagaan ini, maka pemerintah sedang menabung modal investasi tambahan bagi pembangunan infrastruktur selanjutnya. Dengan perencanaan infrastruktur yang inovatif dan bernilai tambah, adanya efisiensi pembiayaan proyek serta penerapan pola kelembagaan dan kerja sama aliansi strategis yang efektif maka percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia dapat diwujudkan oleh pemerintahan ke depan.

Multifier Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi mempunyai hubungan yang erat dan saling ketergantungan satu sama lain. perbaikan dan peningkatan infrastruktur pada umumnya akan dapat meningkatkan mobilitas penduduk, terciptanya penurunan ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan barang-barang dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan perbaikan kualitas dari jasa- jasa pengangkutan tersebut. Saat ini masalah infrastruktur menjadi agenda penting untuk dibenahi pemerintah daerah, karena infrastruktur merupakan penentu utama keberlangsungan kegiatan pembangunan, diantaranya untuk mencapai target pembanguan ekonomi secara kualitatif maupun kuantitatif.

Dalam jangka pendek pembangunan infrastruktur akan menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi dalam jangka menengah dan panjang akan mendukung peningkatan efisiensi dan produktifitas sektor-sektor ekonomi terkait. Sehingga pembangunan infrastruktur dapat dianggap sebagai strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas hidup, peningkatan mobilitas barang dan jasa, serta dapat mengurangi biaya investor dalam dan luar negeri (Marsuki, 2007).
Hubungan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi adalah secara langsung infrastruktur memberikan manfaat kepada rumah tangga (household) dan banyak dinikmati juga oleh perusahaan yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan Prud’homme (dalam Briceno dkk, 2004). Bagan 2.1 Kontribusi Infrastruktur terhadap Pembangunan Keterkaitan antara infrastruktur (sektor transportasi) dengan partumbuhan ekonomi pada konteks pengeluaran pemerintah (goverment spending) disektor transportasi sesuai dengan Teori Keyles (dalam Gardner Ackley, 1961) menyatakan bahwa kegiatan pemerintah merembes ke segala bidang dengan asumsi perekonomian tertutup, dimana Y adalah pertumbuhan ekonomi, C adalah konsumsi, G adalah volume pengeluaran pemerintah, dan I adalah investasi. Secara sistematis memiliki identitas sebagai berikut: Penelitian tentang efek investasi negara pada infrastruktur (dalam hal ini transportasi dan komunikasi) terhadap pertumbuhan dilakukan oleh Easterly dan Rebelo pada tahun 1993.

Dengan menggunakan penilaian variabel sebagai penolong untuk mengindari endogenous yang menghubungkan dua variabel dan kemungkinan hubungan timbal balik sebab akibat. Dengan metode pool regresi, ditemukan bahwa investasi publik dalam bidang infrastruktur memiliki hubungan yang selalu positif dengan koefisien yang cukup tinggi antara 0,59 sampai 0,66 terhadap pertumbuhan. Dalam mendorong pembangunan infrastruktur, pemerintah sebagai pemain utama dalam sektor infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas.

Pembangunan infrastruktur sepatutnya melibatkan pihak swasta dan masyarakat demi tercapainya pembangunan yang berkesinambungan. Haruslah ada kombinasi yang tepat antar infrastruktur berskala besar dan kecil untuk mencapai target pemerataan pendapatan dan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu perlu pendekatan lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur mulai dari perencanaan sampai pelayanannya kepada masyarakat, guna menjamin sinergi antar sektor, daerah maupun wilayah. Secara lebih rinci penyediaan infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi adalah: (Basri, 2002). 1. Mempercepat dan menyediakan barang-barang yang dibutuhkan. 2. Tersedianya infrastruktur akan memungkinkan tersedianya barang-barang kebutuhan masyarakat dengan biaya lebih yang lebih murah. 3. Infrastruktur yang baik dapat memperlancar transportasi yang pada gilirannya merangsang adanya stabilisasi dan mengurangi disparitas harga antar daerah. 4. Infrastruktur yang memperlancar jasa transportasi menyebabkan hasil produksi daerah dapat diangkut dan dijual ke pasar.

Sumber :
Tulisan Dr Mohammed Ali Berawi MEng.Sc PhD (Direktur Centre for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Fakultas Teknik Universitas Indonesia dalam situs republika.com
http://lubmazal.com/2011/05/21/infrastruktur-jalan-dan-pertumbuhan-ekonomi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar