Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah
sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase
dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses
inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan
prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan
status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik,
maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat
penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda
pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah
kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau
akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan
tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau
fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun
penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi
suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa
dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach,
1980; Hogwood dan Gunn, 1986)[2] diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan
menjadi ancaman yang serius;
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à
berdampak dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak
(umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
4. menjangkau dampak yang amat luas ;
5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam
masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan,
tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang
dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah
tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan
kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan
dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite
dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan
seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga
keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat
urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam
agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah
tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik.
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan
kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk
dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah.[3]
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk
memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.[4] Jika tindakan legitimasi dalam
suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti
arahan pemerintah.[5]Namun warga negara harus percaya
bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung
berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah
yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat
dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini
orang belajar untuk mendukung pemerintah.[6]
4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat
dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.[7] Dalam hal ini , evaluasi dipandang
sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses
kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan
masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. [8]
Pengertian
Kebijakan Publik
Chandler
& Plano dalam kamus “wajib” Ilmu Administrasi Negara, The Public
Administration Dictionary, mengatakan bahwa: “Public Policy is strategic use of
reseorces to alleviate national problems or governmental concerns”. Secara
sederhana dapat diartikan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis
terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah.
Chandler & Plano lalu membedakannya atas empat bentu, yakni: regulatory,
redistributive, distributive, dan constituent.
Dalam bukunya Harbani Paolong (Teori
Administrasi Publik: 2007) terdapat beberapa pengertian Kebijakan Publik dari
beberapa ahli. Thomas R Dye (1981), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah
“apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”. William
N Dunn (1994), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah rangkaian
pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat
pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti
pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat,
kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.
Sementara
itu, Shiftz & Russel (1997) mendefinisikan kebijakan publik dengan
sederhana dan menyebut “is whatever government dicides to do or not to do”.
Sedangkan Chaizi Nasucha (2004), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah
kwenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam
perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika
sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar
tercipta hubungan sosial yang harmonis.
Menurut Carl Friedrich, kebijakan
publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan
dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan
dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu
sasaran atau maksud tertentu.
Menurut
James, A. Anderson, “…….a purposive course of action followed by an actor or
set of actors in dealing with a problem or matter concern.” (serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah.
Menurut Harold Laswell dan Abraham
Kaplan, kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai dan
praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.
Randall B. Ripley menganjurkan agar
kebijakan publik dilihat sebagai suatu proses dan melihat proses tersebut dalam
suatu model sederhana untuk dapat memahami konstelasi antar aktor dan interaksi
yang terjadi di dalamnya.
John Erik Lane (1995) dalam Lele
(1999) membagi wacana kebijakan publik ke dalam beberapa model pendekatan,
yaitu (1) pendekatan demografik yang melihat adanya pengaruh lingkungan
terhadap proses kebijakan. (2) model inkremental yang melihat formulasi
kebijakan sebagai kombinasi variabel internal dan eksternal dengan tekanan pada
perubahan gradual dari kondisi status quo. (3) model rasional. (4) model
garbage can dan (5) model collective choice aksentuasinya lebih diberikan pada
proses atau mekanisme perumusan kebijakan. (mencakup 2 dan 3)
Berbagai implikasi dari pengertian
diatas ini adalah bahwa kebijakan publik memiliki karakteristik sebagai berikut
:
1. Selalu mempunyai tujuan tertentu
atau merupakan suatu tindakan yang berorientasi tujuan.
2. Berisi tindakan-tindakan atau
pola tindakan pejabat pemerintah.
3. Merupakan apa yang benar-benar
dilakukan oleh pemerintah.
4. Bersifat posistif dalam arti
suatu tindakan hanya dilakukan dan negatif dalam arti keputusan itu bermaksud
untuk tidak melakukan sesuatu.
5. Kebijakan itu didasarkan pada
peraturan atau perundang-undangan yang bersifat memaksa.
DINAMIKA PELAYANAN PUBLIK
Banyak
sekali definisi tentang kebijakan publik. Sebagian besar ahli memberi pengertian
kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah
untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa pengaruh positif bagi
kehidupan warga negaranya. Bahkan dalam pengertian yang lebih luas kebijakan
publik acapkali diartikan sebagai “apapun yang dipilih oleh pemerintah apakah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan”. Apa yang dikemukakan diatas merujuk ke
semua keputusan pemerintah untuk memutuskan atau tidak memutuskan sesuatu atas
masalah yang dihadapinya. Menurutnya, kebijakan pemerintan tidak hanya merujuk
kepada apa yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan,
tatapi ketika pemerintah tidak melakukan tindakan apapun atas isu yang
berkembang juga merupakan kebijakan publik dari pemerintah.
Dari
beberapa definisi kebijakan publik di atas, dapat dikatakan bahwa kebijakan
publik merupakan: (1) keputusan atau aksi bersama yang dibuat oleh pemilik
wewenang (pemerintah); (2) berorientasi pada kepentingan publik dengan
dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu baik buruknya dampak yang
ditimbulkan; (3) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu; (4) dari
hasil diskusi kelas saya menghasilkan “kebijakan publik adalah aksi pemerintah
dalam mengatasi masalah dengan memperhatikan untuk siapa, untuk apa, kapan, dan
bagaimana?
Kebijakan publik tidak didefinisikan
sebagai sesuatu yang ditetapkan secara tiba-tiba dan tanpa sesuatu sebab atau
sebagai sesuatu yang aksidental, tetapi kebijakan publik adalah tindakan atau
keputusan pemerintah untuk merespon tekanan-tekanan untuk kemudian diambil
tindakan tersebut.
Kebijakan publik bisa dilihat
sebagai sebuah fenomena gerakan sosial.
• Kebijakan publik adalah membangun
masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan (doelbewuste vormgeving
aan de samenleving door middle van machtsuitoefening).
• Amir Santoso mengemukakan
pandangannya mengenai Kebijakan Publik yakni :
Pertama adalah pendapat para ahli
yang menyamakan kebijaksanaan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah.
Mereka cenderung untuk menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut
sebagai kebijaksanaan publik. Kedua adalah pendapat dari para ahli yang
memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijaksanaan.
• Dalam kaitan ini termasuk definisi
yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye sebagai berikut : Public Policy is whatever
govertments choose to do (semua pilihan atau tindakan apa pun yang diakukan
oleh pemerintah baik untuk melakukan sesuatu ataupun pilihan untuk tidak
melakukan sesuatu).
• Selanjutnya Nakamura dan Smallwood
mengemukakan pendapat bahwa :
Kebijakanaan negara adalah
serentetan instruksi/pemerintah dari para pembuat kebijaksanaan yang ditujukan
kepada para pelaksana kebijaksanaan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut
• Berkaitan dengan pendapat di atas,
Edwards dan Sharkansky mengatakan bahwa : Kebijaksanaan negara adalah apa yang
dikatakan dan apa yang dilakukan oleh pemerintah atau apa yang tidak
dilakukannya……ia adalah tujuan-tujuan sasaran-sasaran dari program-program……pelaksanaan
niat dan peraturan-peraturan.
• Parker, salah seorang ahli
analisis kebijaksanaan publik menyebutkan bahwa : Kebijaksanaan negara itu
adlah suatu tujuan tetentu atau serangkaian asas tertentu atau tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan
sesuatu subyek atau sebagai respon terhadap suatu keadan yang krisis.
• William N. Dunn merumuskan
kebijaksanaan publik sebagai berikut : Kebijaksanaan Publik (Public Policy)
adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai
kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah
yurisdiksinya
Konsep kebijaksanaan publik menurut
David Easton sebagai berikut : Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh
masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif
untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemeintah untuk
dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi
nilai-nilai tersebut
3.2
Proses Analis Kebijakan Publik
Proses kebijakan baru dimulai ketika
para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya situasi permasalahan, yaitu
situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan
kebutuhan, nilai dan kesempatan( Ackoff dalam Dunn,2000:121). Dunn (2000-21)
berpendapat bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur
umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia: definisi, prediksi,
preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur
tersebut memperoleh nama-nama khusus, yakni:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase
dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses
inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik
dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil
mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam
agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik
yang lebih daripada isu lain.
Dalam
agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan
diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering
disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan
merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan,
rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak
semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
2.Formulasi
kebijakan
Masalah
yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah.
3.
Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk
memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi
dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan
pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi -
cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang
membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola
melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar
untuk mendukung pemerintah.
5.
Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat
dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang
sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses
kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan
masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. Dalam analisis kebijakan publik
paling tidak meliputi tujuh langkah dasar. Ke tujuh langkah tersebut adalah:
•
Formulasi Masalah Kebijakan
Untuk
dapat mengkaji sesuatu masalah publik diperlukan teori, informasi dan
metodologi yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Sehingga
identifikasi masalah akan tepat dan akurat, selanjutnya dikembangkan menjadi
policy question yang diangkat dari policy issues tertentu. Teori dan metode
yang diperlukan dalam tahapan ini adalah metode penelitian termasuk evaluation
research, metode kuantitatif, dan teori-teori yang relevan dengan substansi
persoalan yang dihadapi, serta informasi mengenai permasalahan yang sedang
dilakukan studi.
•
Formulasi Tujuan
Suatu
kebijakan selalu mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah publik. Analis
kebijakan harus dapat merumuskan tujuan-tujuan tersebut secara jelas, realistis
dan terukur. Jelas, maksudnya mudah dipahami, realistis maksudnya sesuai dengan
nilai-nilai filsafat dan terukur maksudnya sejauh mungkin bisa diperhitungkan
secara nyata, atau dapat diuraikan menurut ukuran atau satuan-satuan tertentu.
•
Penentuan Kriteria
Analisis
memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai
alternatif-alternatif. Hal-hal yang sifatnya pragmatis memang diperlukan
seperti ekonomi (efisiensi, dsb) politik (konsensus antar stakeholders, dsb),
administratif ( kemungkinan efektivitas, dsb) namun tidak kalah penting juga
hal-hal yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika dan
falsafah (equity, equality, dsb)
•
Penyusunan Model
Model
adalah abstraksi dari dunia nyata, dapat pula didefinisikan sebagai gambaran
sederhana dari realitas permasalahan yang kompleks sifatnya. Model dapat
dituangkan dalam berbagai bentuk yang dapat digolongkan sebagai berikut:
Skematik model ( contoh: flow chart), fisikal model (contoh: miniatur), game
model (contoh: latihan pemadam kebakaran), simbolik model (contoh: rumus
matematik). Manfaat model dalam analisis kebijakan publik adalah mempermudah
deskripsi persoalan secara struktural, membantu dalam melakukan prediksi
akibat-akibat yang timbul dari ada atau tidaknya perubahan-perubahan dalam
faktor penyebab.
•
Pengembangan Alternatif
Alternatif
adalah sejumlah alat atau cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mencapai,
langsung ataupun tak langsung sejumlah tujuan yang telah ditentukan.
Alternatif-alternatif kebijakan dapat muncul dalam pikiran seseorang karena
beberapa hal: (1) Berdasarkan pengamatan terhadap kebijakan yang telah ada. (2)
Dengan melakukan semacam analogi dari suatu kebijakan dalam sesuatu bidang dan
dicoba menerapkannya dalam bidang yang tengah dikaji, (3) merupakan hasil
pengkajian dari persoalan tertentu.
•
Penilaian Alternatif
Alternatif-alternatif
yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria sebagaimana yang dimaksud pada
langkah ketiga. Tujuan penilaian adalah mendapatkan gambaran lebih jauh
mengenai tingkat efektivitas dan fisibilitas tiap alternatif dalam pencapaian
tujuan, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling
layak , efektif dan efisien. Perlu juga menjadi perhatian bahwa, mungkin suatu
alternatif secara ekonomis menguntungkan, secara administrasi bisa dilaksanakan
tetapi bertentangan dengan nilai-nilai sosial atau bahkan mempunyai dampak
negatif kepada lingkungan. Maka untuk gejala seperti ini perlu penilaian etika
dan falsafah atau pertimbangan lainnya yang mungkin diperlukan untuk bisa
menilai secara lebih obyektif.
•
Rekomendasi kebijakan
Penilaian
atas alternatif-alternatif akan memberikan gambaran tentang sebuah pilihan
alternatif yang tepat untuk mencapai tujuan-kebijakan publik. Tugas analis
kebijakan publik pada langkah terakhir ini adalah merumuskan rekomendasi
mengenai alternatif yang diperhitungkan dapat mencapai tujuan secara optimum.
Rekomendasi dapat satu atau beberapa alternatif, dengan argumentasi yang
lengkap dari berbagai faktor penilaian tersebut. Dalam rekomendasi ini
sebaiknya dikemukakan strategi pelaksanaan dari alternatif kebijakan yang yang
disodorkan kepada pembuat kebijakan publik.
3.3
Pelaksanaan Kebijakan Publik
Dalam pelaksanaannya, kebijakan
publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat,
yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan
pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa
mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini
akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat
sebagai penerima layanan. Fokus politik pada kebijakan publik mendekatkan
kajian politik pada administrasi negara, karena satuan analisisnya adalah
proses pengambilan keputusan sampai dengan evaluasi dan pengawasan termasuk
pelaksanaannya. Dengan mengambil fokus ini tidak menutup kemungkinan untuk
menjadikan kekuatan politik atau budaya politik sebagai variabel bebas dalam
upaya menjelaskan kebijakan publik tertentu sebagai variabel terikat.
3.4
Isu Kebijakan Publik
Dalam
agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan
diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering
disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan
produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu
bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa
Kriteria isu yang bisa dijadikan
agenda kebijakan publik menurut Kimber, Salesbury, Sandbach, Hogwood dan Gunn,
diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis
tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius
2. telah mencapai tingkat
partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari
sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa
4. menjangkau dampak yang amat luas
5. mempermasalahkan kekuasaan dan
keabsahan dalam masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang
fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang
dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah
tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan
undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk
dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi
dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak
boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
Formulasi kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudia
dibahas oleh para pembuat kebijakan.
Masalah-masalah
tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik.
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan
kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk
dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk
memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi
dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan
pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi -
cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang
membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola
melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belaja
untuk mendukung pemerintah. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara
umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi
kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah- masalah kebijakan, rogram-
program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi,
maupun tahap dampak kebijakan.
Pada situasi lain, awal dimulainya
proses pembuatan kebijakan publik juga bisa berlangsung karena adanya masalah
tertentu yang sudah sekian lama dipersepsikan sebagai "belum pernah
tersentuh" oleh pemerintah atau ditanggulangi lewat kebijakan pemerintah.
Pada titik ini kemudian mulai membangkitkan tingkat perhatian tertentu. (Wahab
: 2001:35) Jadi, pada intinya isu kebijakan (policy issues) lazimnya muncul
karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan itu sendiri.
Isu
kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya
perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas
suatu masalah tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung
makna adanya masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan positif
tertentu dan kecenderungan-kecenderungan yang dipersepsikan sebagai memiliki
nilai potensial yang signifikan (Hogwood dan Gunn, 1996).
Dipahami
seperti itu, maka isu bisa jadi merupakan kebijakan-kebijakan alternatif
(alternative policies) atau suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan
kebijakan baru, atau kesadaran suatu kelompok mengenai kebijakan tertentu yang
dianggap bermanfaat bagi mereka (Alford dan Friedland, 1990: 104). Singkatnya,
timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik atau
"perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu situasi
problematik yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu.
Sebagai
sebuah konsep, makna persepsi (perception) tidak lain adalah proses dengan mana
seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna tertentu atas
pentingnya sesuatu peristiwa atau stimulus tertentu yang berasal dari luar
dirinya. Singkatnya, persepsi adalah "lensa konseptual" (conceptual
lense) yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis untuk
memahami suatu masalah (Allison, 1971).
Karena
dipengaruhi oleh daya persepsi inilah, maka pemahaman, dan tentu saja perumusan
atas suatu isu sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dilihat dari sudut pandang
ini, maka besar kemungkinan masing-masing orang, kelompok atau pihak-pihak
tertentu dalam sistem politik yang berkepentingan atas sesuatu isu akan
berbeda-beda dalam cara memahami dan bagaimana merumuskannya. Persepsi ini,
pada gilirannya juga akan mempengaruhi terhadap penilaian mengenai status
peringkat yang terkait pada sesuatu isu.
Dilihat
dari peringkatnya, maka isu kebijakan publik itu, secara berurutan dapat dibagi
menjadi empat kategori besar, yaitu isu utama, isu sekunder, isu fungsional,
dan isu minor (Dunn, 1990). Kategorisasi ini menjelaskan bahwa makna penting
yang melekat pada suatu isu akan ditentukan oleh peringkat yang dimilikinya.
Artinya, makin tinggi status peringkat yang diberikan atas sesuatu isu, maka
biasanya makin strategis pula posisinya secara politis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar