Rabu, 22 Januari 2014

Budaya Money Politic Pesta Demokrasi Pemilu 2014

Bangsa Indonesia di tahun 2014 ini, sedang melakukan pesta demokrasi Pileg dan Pilpres. Menurut jadwal KPU, Pemilu 2014 akan dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif dan  Pemilu Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Saat ini, caleg sedang melakukan kampanye untuk menarik simpatisannya. Berbagai cara yang tempuh caleg mendekatkan dirinya kepada simpatisannya untuk memenangkan suaranya.

Bicara Pemilu 2014 maka topik dominan yang muncul adalah seputar money politic oleh peserta parpol untuk memenangkannya. Meskipun masih penuh perdebatan, namun persoalan money politic sepertinya belum menemukan titik temu. Dalam hal ini praktek money politic selalu diklaim berlangsung dalam pelaksanaan pemilu, namun semua pihak kesulitan memberikan bukti otentik terhadap terjadinya money politic. Banyak pihak yang menganalogikan money politik ibarat (maaf) kentut yang tidak berbunyi namun baunya cukup terasa.

Fenomena tidak adanya eksekusi yuridis terhadap pelanggaran money politik menjadi indikasi bahwa praktek money politik dalam pemilu menjadi sebuah persoalan rumit. Kerumitan mengeksekusi kasus money politik setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti masih terjadi perdebatan definisi money politik. Banyak pihak yang masing bingung membedakan antara politik uang dan ongkos politik.

Sudah menjadi budaya caleg maupun capres menggunakan money politik dalam pemilu. Mengingat ketika kampanye mesti membayar berbagai macam perangkat untuk meramaikannya, seperti membayar setiap orang yang datang ikut kampanye, membayar becak atau mobil, membuat kaos, menyewa sound system dll. Dia meyakinkan bahwa hal yang demikian itu adalah pelanggaran namun tidak dapat dihindari ketika arena kampanye atau politik memerlukan ongkos yang tinggi.

Direktur Eksekutif IPI, Burhanudin Muhtadi dalam situs www.riaupos.co mengatakan, Dalam Pemilu 2014, pola dan kinerja Parpol menjadi potensi terjadinya money politik di Tanah Air semakin besar. Kondisi itu dikarenakan terjadi jarak yang cukup jauh antara parpol dengan masyarakat, sehingga parpol harus mendekati pemilih lewat transaksi politik uang. Jika Parpol tak berbenah diri, maka pemilih akan menjauhi partai dan dipastikan biaya politik makin mahal. Karena pemilih cenderung memakai pendekatan transaksional dengan partai.

Selanjutnya, Burhanudin Muhtadi menyatakan, money politic pada Pemilu 2014, menurut tulisan Pan Lara di situs politik.komposiana.com, yang tulisannya menyatakan, Money politic pada Pemilu 2014 ini tidak hanya terjadi di pileg, namun di pilpres pun hal itu dapat terjadi karena di pileg itu berbagai pihak sudah terlibat. karena itu dimungkinkan semua pihak yang terlibat di dalam pemilu memainkan itu. Menurutnya, Money politic merupakan senjata yang ampuh untuk negara yang sedang berkembang yang budaya politiknya rendah seperti Indonesia dan Indonesia agak sulit untuk terlepas dari money politic.  

Bahkan pada Pemilu 2019, menurut  Burhanudin Muhtadi, nanti pun, money politic pasti masih akan ada dan hanya terkikis sedikit saja. Untuk itu, pengawasan dan peran Bawaslu serta masyarakat sangat penting. Bawaslu harus bekerja keras untuk mengawasi semua TPS agar bisa mencegah praktek money politic. Selain itu, kembali lagi ke masyarakat harus sadar bahwa dalam menentukan hak suaranya dalam pileg atau pilpres harus berdasarkan hati nurani jangan tergiur dengan adanya money politic karena hak suara masyarakat Indonesia sangat menentukan kemana jalan kepemimpinan bangsa ini kelak nantinya suram atau cerah.

Dalam upaya pencapaian tujuan politik, onniesandi dalam situsnya di onniesandi.wordpress.com menyatakan, ada yang berbentuk pengerahan massa, lobi-lobi,pendekatan pejabat, tokoh dan masyarakat yang semua memerlukan biaya, ada yang disebut dengan transport, uang jasa, konsumsi lembur dan lain lain. Pengeluaran biaya dalam upaya pencapaian tujuan dimaksud mungkin berupa gaji tetap (sudah menjadi profesinya), tambah uang lembur, atau pemberian yang sama sekali tidak pernah dilakukan kecuali waktu ada tujuan tersebut.

Menurutnya, money politics atau politik uang adalah semua tindakan yang disengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah atau dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang menurut ketentuan undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu atau dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu.


Mengatasi Money Politic
Masyarakat sebagai hak politik harus ikut berpartisipasi pesta demokrasi Pemilu 2014 untuk eksitensi bangsa secara berkelanjutan. Selain itu, calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja. Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic.

Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.

Essesinya praktek money politic dapat menghancurkan masa depan negara ini karena praktek money politic ini akan cukup menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak  korupsi. Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima sementara ini. Calon pemimpin yang melakuan money politic tentu tidak berlaku jujur sehingga sebagai masyarakat yang cerdas jangan mau di pimpin oleh seseorang yang budi pekertinya tidak baik. Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politc kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat.

Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi. Pemerintah juga harus lebih giat memberikan sosialisasi kepada kandidat yang akan di pilih oleh rakyat untuk mengutamakan moralitas politik sehingga dapat berlaku jujur dengan tidak melakukan praktek money politic.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pemimpin bangsa. 

Sumber :
www.pemilu.com
http://politik.kompasiana.com
http://www.riaupos.co
http://kadermudabanten.blogspot.com
http://onniesandi.wordpress.com
http://onniesandi.wordpress.com
http://sartikasartikaa.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar