Bangsa Indonesia di
tahun 2014 ini, sedang melakukan pesta demokrasi Pileg dan Pilpres. Menurut jadwal
KPU, Pemilu 2014 akan dilaksanakan dua kali
yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9
April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif
dan Pemilu Presiden pada tanggal 9
Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Saat ini,
caleg sedang melakukan kampanye untuk menarik simpatisannya. Berbagai cara yang
tempuh caleg mendekatkan dirinya kepada simpatisannya untuk memenangkan
suaranya.
Bicara Pemilu 2014
maka topik dominan yang muncul adalah seputar money politic oleh peserta parpol
untuk memenangkannya. Meskipun masih penuh perdebatan, namun persoalan money
politic sepertinya belum menemukan titik temu. Dalam hal ini praktek money
politic selalu diklaim berlangsung dalam pelaksanaan pemilu, namun semua pihak
kesulitan memberikan bukti otentik terhadap terjadinya money politic. Banyak
pihak yang menganalogikan money politik ibarat (maaf) kentut yang tidak
berbunyi namun baunya cukup terasa.
Fenomena tidak
adanya eksekusi yuridis terhadap pelanggaran money politik menjadi indikasi
bahwa praktek money politik dalam pemilu menjadi sebuah persoalan rumit.
Kerumitan mengeksekusi kasus money politik setidaknya dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti masih terjadi perdebatan definisi money politik. Banyak pihak
yang masing bingung membedakan antara politik uang dan ongkos politik.
Sudah menjadi
budaya caleg maupun capres menggunakan money politik dalam pemilu. Mengingat ketika
kampanye mesti membayar berbagai macam perangkat untuk meramaikannya, seperti
membayar setiap orang yang datang ikut kampanye, membayar becak atau mobil,
membuat kaos, menyewa sound system dll. Dia meyakinkan bahwa hal yang demikian
itu adalah pelanggaran namun tidak dapat dihindari ketika arena kampanye atau
politik memerlukan ongkos yang tinggi.
Direktur Eksekutif
IPI, Burhanudin Muhtadi dalam situs www.riaupos.co mengatakan, Dalam Pemilu 2014, pola dan kinerja Parpol menjadi potensi
terjadinya money politik di Tanah Air semakin besar. Kondisi itu dikarenakan terjadi
jarak yang cukup jauh antara parpol dengan masyarakat, sehingga parpol harus
mendekati pemilih lewat transaksi politik uang. Jika Parpol tak berbenah diri, maka
pemilih akan menjauhi partai dan dipastikan biaya politik makin mahal. Karena
pemilih cenderung memakai pendekatan transaksional dengan partai.
Selanjutnya, Burhanudin Muhtadi menyatakan, money politic pada Pemilu
2014, menurut tulisan Pan Lara di situs politik.komposiana.com, yang tulisannya
menyatakan, Money politic pada Pemilu 2014 ini tidak hanya
terjadi di pileg, namun di pilpres pun hal itu dapat terjadi karena di pileg
itu berbagai pihak sudah terlibat. karena itu dimungkinkan semua pihak yang
terlibat di dalam pemilu memainkan itu. Menurutnya, Money politic
merupakan senjata yang ampuh untuk negara yang sedang berkembang yang budaya
politiknya rendah seperti Indonesia dan Indonesia agak sulit untuk terlepas dari
money politic.
Bahkan pada Pemilu
2019, menurut Burhanudin
Muhtadi, nanti pun, money
politic pasti masih akan ada dan hanya terkikis sedikit saja. Untuk itu,
pengawasan dan peran Bawaslu serta masyarakat sangat penting. Bawaslu harus
bekerja keras untuk mengawasi semua TPS agar bisa mencegah praktek money
politic. Selain itu, kembali lagi ke masyarakat harus sadar bahwa dalam
menentukan hak suaranya dalam pileg atau pilpres harus berdasarkan hati nurani
jangan tergiur dengan adanya money politic karena hak suara masyarakat
Indonesia sangat menentukan kemana jalan kepemimpinan bangsa ini kelak nantinya
suram atau cerah.
Dalam upaya
pencapaian tujuan politik, onniesandi dalam situsnya di onniesandi.wordpress.com
menyatakan, ada yang berbentuk pengerahan massa, lobi-lobi,pendekatan pejabat, tokoh
dan masyarakat yang semua memerlukan biaya, ada yang disebut dengan transport, uang
jasa, konsumsi lembur dan lain lain. Pengeluaran biaya dalam upaya pencapaian
tujuan dimaksud mungkin berupa gaji tetap (sudah menjadi profesinya), tambah
uang lembur, atau pemberian yang sama sekali tidak pernah dilakukan kecuali
waktu ada tujuan tersebut.
Menurutnya, money
politics atau politik uang adalah semua tindakan yang disengaja memberi atau
menjanjikan uang atau materi lainya kepada seseorang supaya tidak menggunakan
hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah atau
dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak
yang dilarang menurut ketentuan undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang
pemilu atau dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana
kampanye pemilu.
Mengatasi Money Politic
Masyarakat sebagai hak politik harus
ikut berpartisipasi pesta demokrasi Pemilu 2014 untuk eksitensi bangsa secara
berkelanjutan. Selain itu, calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk
benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti
melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja. Bentuk Undang-Undang yang kuat
untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki
bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasai
calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic.
Sebaiknya secara transparan
dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai
tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai
atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye
agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian
pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislative yang
terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak
tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye
tersebut.
Essesinya praktek money politic dapat menghancurkan masa
depan negara ini karena praktek money politic ini akan cukup menguras keuangan
suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada pemilu sehingga setelah
terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak korupsi. Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi
perekonomian rakyat yang semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur
dengan keuntungan yang diterima sementara ini. Calon pemimpin yang melakuan money politic tentu tidak berlaku jujur
sehingga sebagai masyarakat yang cerdas jangan mau di pimpin oleh seseorang
yang budi pekertinya tidak baik. Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin
akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya
pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politc kepada masyarakat luas agar
tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat.
Perlu keseriusan dalam penyuluhan
pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai,
jujur dan kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan
masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan
demokrasi. Pemerintah juga harus lebih giat memberikan sosialisasi kepada
kandidat yang akan di pilih oleh rakyat untuk mengutamakan moralitas politik
sehingga dapat berlaku jujur dengan tidak melakukan praktek money politic.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pemimpin bangsa.
Sumber
:
www.pemilu.com
http://politik.kompasiana.com
http://www.riaupos.co
http://kadermudabanten.blogspot.com
http://onniesandi.wordpress.com
http://onniesandi.wordpress.com
http://sartikasartikaa.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar