Berita baru-baru ini bisnis sabu di home
industri sabu di Perumahan Citra Garden mendapatkan bahan baku utama sabu cair
dari Hong Kong. Para pelaku menyelundupkan barang tersebut melewati jalur laut.
Hebatnya lagi pelaku mengelabui petugas pelabuhan, sabu cair dibilang cuka. Waduh
kayanya pelaku ingin buat asinan!. Gak itu juga, sabu hasil home industri itu
akan dijual di seluruh Indonesia. Pelaku melakukan aksinya selama 1 bulan. Luar
biasa bro!
Perbuatan bisnis narkotika ini tentunya
mengorbankan banyak pihak baik sesama calon pemimpin kekuasaan dan para
penguasa pasar narkotika. Calon pemimpin kekuasaan berusaha memenangkan
publikasi media untuk mendapatkan citra dan simpati dengan tangkapan besar
sementara calon penguasa pasar narkotika bertugas memberikan umpan-umpan
tangkapan besar bagi calon pemimpin kekuasaan.
Potensi pasar 5 juta orang pengguna
narkoba dengan asumsi pengeluaran rata-rata US $2000 per Tahun maka potensi
pasarnya setara dengan 100 triliun per tahun jika dikonfersi menjadi nilai
rupiah mata uang negara kami. Potensi pasar ini benar-benar menggiurkan dan
menyebar di segala usia, segala profesi dan segala penjuru negeri.
Pasar narkotika negeri ini telah
menginspirasi para bandar narkoba sehingga ini terbukti dengan banyaknya bandar
narkoba yang tertangkap di rumah mewah dan menunggangi mobil-mobil mewah serta
mampu membayar para pengacara super mahal.
Bandar narkotika mampu menguasai
jaringan dari hulu sampai ke hilir, mereka menguasai kawasan tepi pantai atas
nama konservasi lingkungan untuk mengelola pelabuhan arus keluar-masuk barang,
mereka juga mengelola kawasan hutan atas nama suaka alam untuk bercocok tanam
bahan baku dan proses produksi, mereka juga mengelola regulasi agen berwenang
untuk mengamankan jalur pengiriman dan logistik, mereka juga menguasai jalur
distribusi independen dan petugas berprofesi ganda, bahkan mereka juga
menguasai pengelolaan panti rehab korban narkotika atas nama kepedulian sosial
bagi anak orang kaya yang rela membayar mahal.
Pencapaian ini tidaklah mudah, perlu
pengorbanan watu, biaya, darah dan air mata serta dukungan opini media.
Pencapaian ini tidaklah dalakukan oleh hanya satu pihak saja tetapi dibangun
secara kolaborasi dengan berbagai pihak, ada yang mengambil peran sebagai
pemberantas (kompetitor) dan merangkap sebagai pelindung, ada juga yang mengambil
peran sebagi penebar kepedulian dan sekaligus merangkap sebagai pedagang.
Nominal pendapatan dari bisnis ini
tentu saja cukup besar, namun dengan berbagai trik pencucian uang lalu uang
hasil perdagangan narkotika pada akhirnya akan dipergunakan untuk berinvestasi
secara legal di sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak lalu
suatu saat nanti masyarakat negeri di awan akan dikuasai oleh konglomerasi
gembong narkoba yang menempatkan masyarakat sebagai budak pengabdi dan gembong
narkoba sebagai raja yang bermurah hati.
Narkotika
tidak mengenal waktu dan tempat, juga obyeknya. Kalangan selebritis, keturunan
tokoh-tokoh besar bangsa, remaja dan anak-anak, semuanya terperangkap dalam
teror narkoba. Sudah banyak pelaku—pebisnis maupun pemakai—yang dibuang ke tong
sampah penjara karena tertangkap, namun teror yang satu ini mirip kata pepatah,
patah satu tumbuh seribu.
Kasus
narkotika menjerat sejumlah selebritis. Kasus narkoba menggiring anak-anak
muda, yang katanya calon generasi bangsa, mencicipi manisnya jeruji besi. Tapi,
narkoba juga menembus dinding tembok dan jeruji besi penjara. Maka, hampir
tiada ada lagi jalan keluar dari teror narkoba ini.
Ada
output rehabilitasi narkotika, tapi tidak seimbang dengan jumlah
inputnya. Pergi satu, datang yang lain. Begitu mengerikan teror narkoba ketika
mereka yang terlibat dihukum masuk penjara, di rumah tahanan pun mereka masih
tetap dicekoki.
Kalau
kita sebut jaringan narkotika semacam lingkaran setan, memang benar. Bisnis
narkotika sangat menggiurkan sehingga orang kesetanan menekuninya, sekalipun
berisiko tertangkap aparat. Namun, pada saat menjalani tahanan, mereka masih
tetap bisa menggerakkan bisnisnya dengan lancar bersama oknum aparat. Prilaku yang biadab dan maling teriak maling.
Kalau
pemakai juga disebut sedang kesetanan, juga tidak salah-salah amat. Sekali
meraih kenikmatan dari narkotika, para pemakai akan kembali mencobanya,
sekalipun dalam intaian aparat. Mereka sudah kesetanan sehingga tidak akan
tercegah dari pertimbangan menjaga nama baik dan rasa malu.
Semoga bandar narkotika di Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dimonopoli oleh pihak yang berkuasa yang punya duit tetapi harus diberantas……..
Amin.
Sumber:
http://politik.kompasiana.com
http://hanyauntukanda123.blogspot.com/2011
http://news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar