Jumat, 24 Oktober 2014

Bandar Narkotika Menguasai Potensi Pasar di Negeri ini

Oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Berita baru-baru ini bisnis sabu di home industri sabu di Perumahan Citra Garden mendapatkan bahan baku utama sabu cair dari Hong Kong. Para pelaku menyelundupkan barang tersebut melewati jalur laut. Hebatnya lagi pelaku mengelabui petugas pelabuhan, sabu cair dibilang cuka. Waduh kayanya pelaku ingin buat asinan!. Gak itu juga, sabu hasil home industri itu akan dijual di seluruh Indonesia. Pelaku melakukan aksinya selama 1 bulan. Luar biasa bro!

Perbuatan bisnis narkotika ini tentunya mengorbankan banyak pihak baik sesama calon pemimpin kekuasaan dan para penguasa pasar narkotika. Calon pemimpin kekuasaan berusaha memenangkan publikasi media untuk mendapatkan citra dan simpati dengan tangkapan besar sementara calon penguasa pasar narkotika bertugas memberikan umpan-umpan tangkapan besar bagi calon pemimpin kekuasaan.

Potensi pasar 5 juta orang pengguna narkoba dengan asumsi pengeluaran rata-rata US $2000 per Tahun maka potensi pasarnya setara dengan 100 triliun per tahun jika dikonfersi menjadi nilai rupiah mata uang negara kami. Potensi pasar ini benar-benar menggiurkan dan menyebar di segala usia, segala profesi dan segala penjuru negeri.

Pasar narkotika negeri ini telah menginspirasi para bandar narkoba sehingga ini terbukti dengan banyaknya bandar narkoba yang tertangkap di rumah mewah dan menunggangi mobil-mobil mewah serta mampu membayar para pengacara super mahal.

Bandar narkotika mampu menguasai jaringan dari hulu sampai ke hilir, mereka menguasai kawasan tepi pantai atas nama konservasi lingkungan untuk mengelola pelabuhan arus keluar-masuk barang, mereka juga mengelola kawasan hutan atas nama suaka alam untuk bercocok tanam bahan baku dan proses produksi, mereka juga mengelola regulasi agen berwenang untuk mengamankan jalur pengiriman dan logistik, mereka juga menguasai jalur distribusi independen dan petugas berprofesi ganda, bahkan mereka juga menguasai pengelolaan panti rehab korban narkotika atas nama kepedulian sosial bagi anak orang kaya yang rela membayar mahal.

Pencapaian ini tidaklah mudah, perlu pengorbanan watu, biaya, darah dan air mata serta dukungan opini media. Pencapaian ini tidaklah dalakukan oleh hanya satu pihak saja tetapi dibangun secara kolaborasi dengan berbagai pihak, ada yang mengambil peran sebagai pemberantas (kompetitor) dan merangkap sebagai pelindung, ada juga yang mengambil peran sebagi penebar kepedulian dan sekaligus merangkap sebagai pedagang.

Nominal pendapatan dari bisnis ini tentu saja cukup besar, namun dengan berbagai trik pencucian uang lalu uang hasil perdagangan narkotika pada akhirnya akan dipergunakan untuk berinvestasi secara legal di sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak lalu suatu saat nanti masyarakat negeri di awan akan dikuasai oleh konglomerasi gembong narkoba yang menempatkan masyarakat sebagai budak pengabdi dan gembong narkoba sebagai raja yang bermurah hati.


Narkotika tidak mengenal waktu dan tempat, juga obyeknya. Kalangan selebritis, keturunan tokoh-tokoh besar bangsa, remaja dan anak-anak, semuanya terperangkap dalam teror narkoba. Sudah banyak pelaku—pebisnis maupun pemakai—yang dibuang ke tong sampah penjara karena tertangkap, namun teror yang satu ini mirip kata pepatah, patah satu tumbuh seribu.

Kasus narkotika menjerat sejumlah selebritis. Kasus narkoba menggiring anak-anak muda, yang katanya calon generasi bangsa, mencicipi manisnya jeruji besi. Tapi, narkoba juga menembus dinding tembok dan jeruji besi penjara. Maka, hampir tiada ada lagi jalan keluar dari teror narkoba ini.

Ada output  rehabilitasi narkotika, tapi  tidak seimbang dengan jumlah inputnya. Pergi satu, datang yang lain. Begitu mengerikan teror narkoba ketika mereka yang terlibat dihukum masuk penjara, di rumah tahanan pun mereka masih tetap dicekoki.
 
Kalau kita sebut jaringan narkotika semacam lingkaran setan, memang benar. Bisnis narkotika sangat menggiurkan sehingga orang kesetanan menekuninya, sekalipun berisiko tertangkap aparat. Namun, pada saat menjalani tahanan, mereka masih tetap bisa menggerakkan bisnisnya dengan lancar bersama oknum aparat. Prilaku yang biadab dan maling teriak maling.

Kalau pemakai juga disebut sedang kesetanan, juga tidak salah-salah amat. Sekali meraih kenikmatan dari narkotika, para pemakai akan kembali mencobanya, sekalipun dalam intaian aparat. Mereka sudah kesetanan sehingga tidak akan tercegah dari pertimbangan menjaga nama baik dan rasa malu.

Semoga bandar narkotika  di Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dimonopoli oleh pihak yang berkuasa yang punya duit tetapi harus diberantas…….. Amin.

Sumber:
http://politik.kompasiana.com
http://hanyauntukanda123.blogspot.com/2011
http://news.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar