oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Perbaikan pelayanan sektor publik merupakan kebutuhan
yang mendesak sebagai kunci keberhasilan reformasi administrasi negara.
Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan atau
membebani, sehingga akan meningkatkan kepercayaan (trust) terhadap
pemerintah. Kepercayaan adalah modal bagi kerjasama dan partisipasi masyarakat
dalam program pembangunan.
Pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan
kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai
acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan. Penyedia layanan, pelanggan
atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan akan memiliki acuan tentang
bentuk, alasan, waktu, tempat dan proses pelayanan yang seharusnya.
Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus
pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima dalam sektor publik didasarkan pada
aksioma bahwa “pelayanan adalah pemberdayaan”. Pelayanan pada sektor bisnis
berorientasi profit, sedangkan pelayanan prima pada sektor publik bertujuan
memenuhi kebutuhan masyarakat secara sangat baik atau terbaik.
Secara etimologis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan,
dkk., 1995:646) menyatakan pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang
lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen
atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat
dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991:14) menyatakan
karakteristik pelayanan sebagai berikut:
a.
Pelayanan bersifat tidak
dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
b.
Pelayanan pada
kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat
tindakan sosial.
c. Kegiatan produksi dan
konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada
umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.
Karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian
pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo
dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang
mempertinggi kepuasan pelanggan.
Sedangkan Pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan
Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”Segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik
(Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak
sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”
Ada tiga fungsi pelayanan umum (publik) yang dilakukan
pemerintah yaitu environmental service, development service dan protective
service. Pelayanan oleh pemerintah juga dibedakan berdasarkan siapa yang
menikmati atau menerima dampak layanan baik individu maupun kelompok. Konsep
barang layanan pada dasarnya terdiri dari barang layanan privat (private
goods) dan barang layanan kolektif (public goods).
Sedangkan, Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent
service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik.
Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik
adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan
kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Agenda perilaku
pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam Nurhasyim, 2004:16) menyatakan
bahwa pelayanan prima adalah:
a. Pelayanan yang
terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima
ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau
sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik
dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar
dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat
eksternal dan internal.
Sejalan dengan hal itu pelayanan prima juga diharapkan
dapat memotivasi pemberi layanan lain melakukan tugasnya dengan kompeten dan
rajin. ”Excellent Service in the Civil Service refers to service discharged by
a civil servant that exceeds the requirements of normal responsibilities for
the post in terms of quality or output. The service is exemplary and motivates other
civil servants to discharge their duties diligently and competently.” (http.www.mampu.gov.my,1993).
Pelayanan umum dapat diartikan memproses pelayanan kepada masyarakat / customer,
baik berupa barang atau jasa melalui tahapan, prosedur,
persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan
untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam
organisasi.
Pelayanan
Prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan/masyarakat
memerlukan persyaratan bahwa setiap pemberi layanan yang memiliki kualitas
kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi
profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Standar pelayanan merupakan ukuran yang telah ditentukan
sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Standar pelayanan mengandung baku
mutu pelayanan. Pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis (Sutopo dan Suryanto,
2003:10) merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
menginginkannya.
Dalam teori pelayanan publik, pelayanan prima dapat
diwujudkan jika ada standar pelayanan minimal (SPM). SPM (http://www.unila.ac.id/~fisip-admneg/mambo-,
2007) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji
dari penyelenggara negara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas.
Dalam Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik
Indonesia, 2007:7) standar pelayanan ini setidaknya-tidaknya berisi tentang:
dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan,
produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas pemberi pelayanan,
pengawasan intern, penanganan pengaduan, saran dan masukan dan jaminan
pelayanan.
Jika suatu instansi belum memiliki standar pelayanan,
maka pelayanan disebut prima jika mampu memuaskan pelanggan atau sesuai harapan
pelanggan. Instansi yang belum memiliki standar pelayanan perlu menyusun
standar pelayanan sesuai tugas dan fungsinya agar tingkat keprimaan pelayanan
dapat diukur. Kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas
atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah.
Bersandarkan pada SPM ini, seharusnya pelayanan publik
yang diberikan (pelayanan prima) oleh birokrasi pemerintah memiliki ciri
sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan strategis melalui Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 (Menpan, 2003:2)
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraaan Pelayanan Publik yang meliputi
Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian Waktu, Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab,
Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Kemudahan Akses, Kedisiplinan, Kesopanan dan
Keramahan serta Kenyamanan. Inilah potret pelayanan publik dambaan setiap warga
masyarakat Indonesia setelah munculnya gerakan reformasi 1998. Adapun barang
layanan dapat dibagi menjadi empat kelompok (Savas dalam Sutopo dan Suryanto,
1987:10-12) :
a.
Barang yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersifat pribadi. Barang privat (private
goods) ini tidak ada konsep tentang penyediaannya, hukum permintaan dan
penawaran sangat tergantung pada pasar, produsen akan memproduksi sesuai
kebutuhan masyarakat dan bersifat terbuka. Penyediaan barang layanan yang
bersifat barang privat ini dapat mengikuti hukum pasar, namun jika pasar
mengalami kegagalan dan demi kesejahteraan publik, maka pemerintah dapat
melakukan intervensi.
b.
Barang yang digunakan
bersama-sama dengan membayar biaya penggunaan (toll goods). Penyediaan toll
goods dapat mengikuti hukum pasar di mana produsen akan menyediakan
permintaan terhadap barang tersebut. Barang seperti ini hampir sama seperti
barang privat. Penyediaan barang ini di beberapa negara dilakukan oleh negara
sehingga merupakan barang privat yang dikonsumsi secara bersama-sama.
c. Barang yang digunakan secara bersama-sama (collective goods).
Penyediaannya tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar. Barang ini
digunakan secara terus-menerus, bersama-sama dan sulit diukur tingkat
pemakaiannya bagi tiap individu sehingga penyediaannya dilakukan secara
kolektif yaitu dengan membayar pajak.
d.
Barang yang digunakan dan
dimiliki umum (common pool goods). Penyediaan dan pengaturan barang ini
dilakukan oleh pemerintah karena pengguna tidak bersedia membayar untuk
penggunaannya.
Keempat jenis barang di atas dalam kenyataannya sulit
dibedakan karena setiap barang tidak murni tergolong ke dalam karakteristik
suatu jenis barang secara tegas.
Barang yang bersifat publik murni (pure public goods)
biasanya memiliki tiga karakteristik (Olson dan Rachbini dalam Sutopo dan
Suryanto, 2003:12):
a.
Penggunaannya tidak
dimediasi oleh transaksi bersaing (non-rivalry) sebagaimana barang
ekonomi biasa;
b.
Tidak dapat diterapkan
prinsip pengecualian (non-excludability);
c.
Individu yang menikmati
barang tersebut tidak dapat dibagi yang artinya digunakan secara individu (indisible).
Sedangkan Proses Pelayanan merupakan suatu proses. Proses
tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan kemudian diberikan
kepada pelanggan. Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Gonroos
dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:13):
a. Core service
Core service adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai produk utamanya. Misalnya untuk hotel berupa penyediaan kamar. Perusahaan dapat memiliki
beberapa core service, misalnya perusahaan penerbangan menawarkan
penerbangan dalam negeri dan luar negeri.
b. Facilitating service
Facilitating service adalah fasilitas pelayanan tambahan kepada pelanggan. Misalnya pelayanan
“check in” dalam penerbangan. Facilitating service merupakan pelayanan
tambahan yang wajib.
c. Supporting service
Supporting service adalah pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai pelayanan atau
membedakan dengan pelayanan pesaing. Misalnya restoran di suatu hotel.
Janji pelayanan (service offering) merupakan suatu
proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan penjual (penyedia
layanan). Pelayanan meliputi berbagai bentuk. Pelayanan perlu ditawarkan agar
dikenal dan menarik perhatian pelanggan. Pelayanan yang ditawarkan merupakan
“janji” dari pemberi layanan kepada pelanggan yang wajib diketahui agar
pelanggan puas.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan pelayanan
prima adalah :
1. Pelayanan prima merupakan kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan secara baik atau minimal sesuai dengan standar pelayanan
yang telah ditentukan.
2. Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta berfokus kepada
pelanggan/masyarakat secara sangat baik atau terbaik.
3. Pelayanan prima bermanfaat bagi upaya peningkatan
kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai
acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan.
Sumber
: http://administrasidanmanajemen.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar