Selasa, 21 Oktober 2014

Manfaat Pelayanan Prima Terhadap Publik

oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Perbaikan pelayanan sektor publik merupakan kebutuhan yang mendesak sebagai kunci keberhasilan reformasi administrasi negara. Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan atau membebani, sehingga akan meningkatkan kepercayaan (trust) terhadap pemerintah. Kepercayaan adalah modal bagi kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan.

Pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan. Penyedia layanan, pelanggan atau stakeholder dalam kegiatan pelayanan akan memiliki acuan tentang bentuk, alasan, waktu, tempat dan proses pelayanan yang seharusnya.

Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima dalam sektor publik didasarkan pada aksioma bahwa “pelayanan adalah pemberdayaan”. Pelayanan pada sektor bisnis berorientasi profit, sedangkan pelayanan prima pada sektor publik bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat secara sangat baik atau terbaik.

Secara etimologis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menyatakan pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991:14) menyatakan karakteristik pelayanan sebagai berikut:

a.      Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
b.      Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
c.    Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.

Karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.

Sedangkan Pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”

Ada tiga fungsi pelayanan umum (publik) yang dilakukan pemerintah yaitu environmental service, development service dan protective service. Pelayanan oleh pemerintah juga dibedakan berdasarkan siapa yang menikmati atau menerima dampak layanan baik individu maupun kelompok. Konsep barang layanan pada dasarnya terdiri dari barang layanan privat (private goods) dan barang layanan kolektif (public goods).

Sedangkan, Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Agenda perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam Nurhasyim, 2004:16) menyatakan bahwa pelayanan prima adalah:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal.

Sejalan dengan hal itu pelayanan prima juga diharapkan dapat memotivasi pemberi layanan lain melakukan tugasnya dengan kompeten dan rajin. ”Excellent Service in the Civil Service refers to service discharged by a civil servant that exceeds the requirements of normal responsibilities for the post in terms of quality or output. The service is exemplary and motivates other civil servants to discharge their duties diligently and competently.” (http.www.mampu.gov.my,1993). Pelayanan umum dapat diartikan memproses pelayanan kepada masyarakat / customer, baik berupa barang atau jasa melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam organisasi.

Pelayanan Prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan/masyarakat memerlukan persyaratan bahwa setiap pemberi layanan yang memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.

Standar pelayanan merupakan ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Standar pelayanan mengandung baku mutu pelayanan. Pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis (Sutopo dan Suryanto, 2003:10) merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya.

Dalam teori pelayanan publik, pelayanan prima dapat diwujudkan jika ada standar pelayanan minimal (SPM). SPM (http://www.unila.ac.id/~fisip-admneg/mambo-, 2007) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara negara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.

Dalam Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:7) standar pelayanan ini setidaknya-tidaknya berisi tentang: dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas pemberi pelayanan, pengawasan intern, penanganan pengaduan, saran dan masukan dan jaminan pelayanan.

Jika suatu instansi belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut prima jika mampu memuaskan pelanggan atau sesuai harapan pelanggan. Instansi yang belum memiliki standar pelayanan perlu menyusun standar pelayanan sesuai tugas dan fungsinya agar tingkat keprimaan pelayanan dapat diukur. Kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah.

Bersandarkan pada SPM ini, seharusnya pelayanan publik yang diberikan (pelayanan prima) oleh birokrasi pemerintah memiliki ciri sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan strategis melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 (Menpan, 2003:2) tentang Pedoman Umum Penyelenggaraaan Pelayanan Publik yang meliputi Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian Waktu, Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab, Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Kemudahan Akses, Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan serta Kenyamanan. Inilah potret pelayanan publik dambaan setiap warga masyarakat Indonesia setelah munculnya gerakan reformasi 1998. Adapun barang layanan dapat dibagi menjadi empat kelompok (Savas dalam Sutopo dan Suryanto, 1987:10-12) :
a.      Barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang bersifat pribadi. Barang privat (private goods) ini tidak ada konsep tentang penyediaannya, hukum permintaan dan penawaran sangat tergantung pada pasar, produsen akan memproduksi sesuai kebutuhan masyarakat dan bersifat terbuka. Penyediaan barang layanan yang bersifat barang privat ini dapat mengikuti hukum pasar, namun jika pasar mengalami kegagalan dan demi kesejahteraan publik, maka pemerintah dapat melakukan intervensi.
b.    Barang yang digunakan bersama-sama dengan membayar biaya penggunaan (toll goods). Penyediaan toll goods dapat mengikuti hukum pasar di mana produsen akan menyediakan permintaan terhadap barang tersebut. Barang seperti ini hampir sama seperti barang privat. Penyediaan barang ini di beberapa negara dilakukan oleh negara sehingga merupakan barang privat yang dikonsumsi secara bersama-sama.
c.       Barang yang digunakan secara bersama-sama (collective goods). Penyediaannya tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar. Barang ini digunakan secara terus-menerus, bersama-sama dan sulit diukur tingkat pemakaiannya bagi tiap individu sehingga penyediaannya dilakukan secara kolektif yaitu dengan membayar pajak.
d.     Barang yang digunakan dan dimiliki umum (common pool goods). Penyediaan dan pengaturan barang ini dilakukan oleh pemerintah karena pengguna tidak bersedia membayar untuk penggunaannya.

Keempat jenis barang di atas dalam kenyataannya sulit dibedakan karena setiap barang tidak murni tergolong ke dalam karakteristik suatu jenis barang secara tegas.

Barang yang bersifat publik murni (pure public goods) biasanya memiliki tiga karakteristik (Olson dan Rachbini dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:12):
a.    Penggunaannya tidak dimediasi oleh transaksi bersaing (non-rivalry) sebagaimana barang ekonomi biasa;
b.    Tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability);
c.  Individu yang menikmati barang tersebut tidak dapat dibagi yang artinya digunakan secara individu (indisible).

Sedangkan Proses Pelayanan merupakan suatu proses. Proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan kemudian diberikan kepada pelanggan. Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Gonroos dalam Sutopo dan Suryanto, 2003:13):
a. Core service
Core service adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai produk utamanya. Misalnya untuk hotel berupa penyediaan kamar. Perusahaan dapat memiliki beberapa core service, misalnya perusahaan penerbangan menawarkan penerbangan dalam negeri dan luar negeri.

b. Facilitating service
Facilitating service adalah fasilitas pelayanan tambahan kepada pelanggan. Misalnya pelayanan “check in” dalam penerbangan. Facilitating service merupakan pelayanan tambahan yang wajib.

c. Supporting service
Supporting service adalah pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai pelayanan atau membedakan dengan pelayanan pesaing. Misalnya restoran di suatu hotel.

Janji pelayanan (service offering) merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan penjual (penyedia layanan). Pelayanan meliputi berbagai bentuk. Pelayanan perlu ditawarkan agar dikenal dan menarik perhatian pelanggan. Pelayanan yang ditawarkan merupakan “janji” dari pemberi layanan kepada pelanggan yang wajib diketahui agar pelanggan puas.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan pelayanan prima adalah :
1. Pelayanan prima merupakan kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan secara baik atau minimal sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditentukan.
2. Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta berfokus kepada pelanggan/masyarakat secara sangat baik atau terbaik.
3. Pelayanan prima bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan pengembangan penyusunan standar pelayanan.

Sumber : http://administrasidanmanajemen.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar